Aku rindu kamu.
dan seringkali kamu tak perlu tau.
Aku rindu kamu.
sudah itu saja.
Selasa, 06 Maret 2012
Minggu, 19 Februari 2012
indrayanti & sundak BEACH
long time no see blog !
yea. lama tak terjamah. hehe..
semacam males, semacam tak ada waktu, semacam sibuk, semacam gak mood atau semacam-semacam itu lah.
well. mumpung lagi nganggur. mumpung bingung mau ngapain. mumpung entar malem masa aktif modem berakhir. mumpung abis beli baju dan kacamata baru. mumpung abis makan soto sama sup buah. mumpung masih holiday. dan mumpung mumpungaaaan..
mau sedikit pamer nih. meheheh..
liburan semester 3 kemaren. tepatnya sehari setelah Ujian Semesteran. lebih tepatnya lagi tanggal.. mmh.. tanggal.. *bentar ngecek tanggalan dulu*
ohya. Jum'at tanggal 13 Januari 2012..
kitaaaa....
jeng jeng jeng !
ke PANTAAAAAIIIIII
PANTAI !
PANTAI !
PANTAI !
BEACHHHHHHHH !!!!!!
(ya. i love beach so much)
hm. saya kesana sama @laelaNH dan @winasalarina.
sebut saja mereka TIKS. (iya nama kita bertiga TIKS. kenapa? bingung? sudah abaikan saja)
dan sasaran liburan kita kali ini adalahhh..
pantai impian kita..
PANTAI INDRAYANTI DAN PANTAI SUNDAK :D
*tepuk tangan*
Pantai 2 ini berada di daerah wonosari, dari jogja kota 2 jam-an lah.
kita bertiga rencana berangkat jam 8 pagi dari rumah @laelaNH.
tapi rencana tinggallah rencana. saya udah on time, jam 8 udah ke rumah @laelaNH. tapi ternyata @winasalarina masih ngebo dirumah. OMG. alhasil berangkat diundur jadi jam 9.
Semua udah siap. dan akhirnya kita cus berangkat. tapi yang namanya cobaan, bisa datang kapan saja. yak! mobil @laelaNH baru mau keluar gang deket rumahnya udah keplosok parit -______-" akhirnya pemberangkatan di tunda lagi. nunggu mobil di dongkrak. dan jam 10 baru kelar.
Alhamdulillah saja.
Nananina.. kita akhirnya berangkat jam 10-an. mengarungi jalan yang berbelok2 dan agak horor untuk menuju pantai impian kita. sambil cerita2. sambil bercandaan. sambil dengerin lagu2 jazz dan k-pop.
1 jam..
2 jam..
jam 12 teng.
YEAH ! we are coming. INDRAYANTI :D
OH MY GOD. Allahuakbar.. Subhanalloh.. speechless..
baru kali pertama lihat pantai secantik ini.
bening. bersih. seger. ahhh.. susah didiskripsikan.
mmh.. sama pantai2 di bali mah masih segeran ini.
pokoknya masih natur banget gituuuuuu...
sekitar jam 2-an kita pulang.
yahh. mungkin terlalu singkat. tapi kita udah puas. sampai bingung mau ngapain lagi.
waktu balik kita mampir di ayam bakaran. saya lupa namanya. pokonya masih daerah wonosari sono. cat nya warna ijo. hehe
well. thank you so damn much for my tiks, @laelaNH and @winasalarina.
i love you kemana-mana deh.
oke. enough :)
and now, we hope that next holiday we can meet KARIMUN JAWA island :))
amiin.
love,
@fikamaliq
Selasa, 10 Januari 2012
Pidana Mati sebagai Sanksi Hukum Ditinjau dari segi HAM
tugas Hukum Pidana dari Bp. Kholiq ini lumayan ribet :)
hehehe
semoga bermanfaat ya fellas :)
Penegakan hak asasi manusia semakin santer terdengar, seiring dengan kesadaran masyarakat yang semakin menjunjung tinggi akan penegakan hak asasi manusia. Dengan semakin bertambahnya kesadaran masyarakat, maka pelaksanaan hukuman mati mulai dipertanyakan eksistensinya. Pada awalnya hukuman mati dilakukan guna memberikan efek jera bagi pelaku dan memberikan rasa takut bagi masyarakat agar mereka tidak melakukan tindakan yang diancam dengan ancaman hukuman mati. Tetapi belakangan ini masyarakat khususnya aktifis dan pejuang hak asasi manusia merasa hukuman mati merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia, terlebih lagi tujuan dari adanya hukuman mati dianggap tidak terpenuhi. Efek jera yang diharapkan dari diberlakukannya hukuman mati ternyata tidak tercapai, dengan begitu maka efektifitas hukuman mati dipertanyakan.
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang diberikan dari Tuhan kepada manusia sesuai dengan kodratnya. Hak tersebut bukanlah berasal dari manusia sehingga diantara mereka harus saling menghormati. Manusia tidak sepatutnya hanya menuntut pemenuhan hak saja tetapi juga harus diimbangi dengan pemenuhan kewajiban asasi.
Hak asasi manusia sebenarnya tidak memiliki definisi yang pasti. Hak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki manusia karena kemanusiaannya. Hal ini juga didasarkan pandangan bahwa HAM sendiri memilik dua sudut pandang yaitu dari dimensi universal dan dimensi partikular.
a. Dimensi universal
Dalam dimensi universal HAM dipandang sebagai suatu hak dasar yang ada dalam setiap kehidupan manusia dimanapun ia berada. HAM dimensi universal diatur dalam UDHR (Universal Declaration of Human Rights). Secara umum bangsa-bangsa di dunia mengakui adanya HAM. Pengakuan terhadap HAM terwakili dengan adanya pengakuan terhadap UDHR.
Dalam pandangan universal, hukuman mati harus dihapuskan karena dipandang melanggar hak hidup seseorang. Nilai-nilai individual yang ada dalam konsep HAM menuntut agar hak seseorang jangan dilanggar. HAM lahir dari nilai-nilai individual yang liberal, yang biasanya hidup dalam negara barat. Hal tersebut mempengaruhi cara pandang aliran HAM ini. Kelompok negara yang berpandangan terhadap nilai universalitas memandang bahwa di manapun seseorang berada, hak-haknya harus diakui dan dilindungi. Hukuman mati yang jelas bertentangan dengan nilai HAM harus dihapuskan.
Sebagai upaya penghapusan hukuman mati negara-negara di dunia terutama negara yang telah meratifikasi The second optional protocol to the international covenant on civil and political rights, aiming at the abolition of death penalty telah menetapkan tanggal 10 Oktober sebagai hari anti hukuman mati. Melalui hari peringatan itu diharapkan negara-negara di dunia menghapuskan hukuman mati karena hukuman mati tidak sesuai dengan perkembangan HAM di dunia.
b. Dimensi partikular
Melihat dimensi particular, HAM tidak selalu kepada pemikiran universal. Penegakkan HAM dikembalikan kepada masing-masing negara. Setiap negara memiliki pandangan yang berbeda. Nilai HAM lahir dari nilai luhur suatu bangsa. Begitu pula dengan HAM tiap negara memiliki pandangan berbeda mengenai perlunya hukuman mati. Sebagai contoh dalam masyarakat Uni Eropa hukuman mati telah dihapuskan, sedangkan di Indonesia hukuman mati tetap dipertahankan.
Dalam pidato di Konferensi Internasional tentang HAM tahun 1993 di Wina wakil delegasi cina menyatakan bahwa
“Konsep hak asasi manusia adalah produk dari suatu perkembangan sejarah. Ia terikat secara erat dengan kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang khas dan dengan sejarah, budaya dan nilai-nilai suatu negara tertentu yang khas. Perbedaan dalam tahap-tahap perkembangan sejarah memiliki persyaratan HAM yang berbeda. Negara-negara pada tingkat perkembangan yang berbeda atau dengan latar sejarah dan budaya yang berbeda juga mempunyai praktek HAM yang berbeda. Dengan demikian, orang seharusnya tidak dan tidak dapat memikirkan adanya standar HAM dan model negara-negara tertentu sebagai satu-satunya yang baik dan meminta agar negara-negara lain bertunduk padanya.”
Jika melihat dari penggalan pidato di atas terlihat bahwa tidak semua negara menganut HAM universalitas. Maka keputusan mengenai hukuman mati dikembalikan pada masing-masing negara. Hal tersebut diserahkan kepada nilai HAM yang hidup dalam suatu bangsa. Kita tidak dapat memaksakan bahwa hukuman mati ditiadakan. Tetapi di negara tertentu hukuman mati masih diperlukan. Indonesia yang berpandangan kontekstual (berpegang pada nilai bangsa) masih mengakui adanya hukuman mati.
Namun Seiring dengan kenyataan yang ada maka eksistensi hukuman mati yang ada di Indonesia dipertanyakan. Apalagi banyak negara di dunia sudah menghapuskan hukuman mati di negaranya, yaitu negara Australia, Austria, Denmark, Finlandia, Jerman, Hungaria, Islandia, Irelandia, Italia, Mozambik, Namibia, Belanda, Swiss dan banyak lagi negara yang telah menghapuskan hukuman mati.
Dunia menganggap hukuman mati merupakan pelanggaran HAM dan oleh karena itu pemberlakuan hukuman mati harus dihapuskan karena hak untuk hidup dari setiap manusia tidak dapat dicabut oleh hukum atau manusia yang lain. Dalam Universal Declaration of Human Rights (DUHAM) dinyatakan bahwa tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina.
Jelas berdasarkan pernyataan di atas hukuman mati dapat dikategorikan telah menyiksa dan memperlakukan manusia secara tidak manusiawi. Padahal setiap manusia diciptakan oleh Tuhan dan hanya Tuhan pulalah yang berhak mencabut. Selain itu manusia diciptakan setara dihadapan Tuhan dan tidak boleh berbuat zalim terhadap sesama. Sehingga mencabut hak hidup orang lain dapat dikatakan sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Jika dikaji lebih mendalam sesuai dengan ketentuan DUHAM, terdapat beberapa pasal didalam DUHAM yang tidak memperbolehkan hukuman mati, antara lain:
Berdasarkan Pasal 3 “Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan, dan keamanan pribadi ”. Bentuk yang paling ekstrim dari pelanggaran hak untuk hidup ini ialah pembunuhan atau melukai jasmani atau rohani dari seseorang ataupun dari kelompok.
Hukuman mati jelas telah melanggar pasal ini, dimana orang yang dijatuhi hukuman mati telah dirampas kehidupannya, kemerdekaannya, keamanan pribadinya. Bagaimanapun juga hukuman mati adalah hukuman yang sangat melanggar hak untuk hidup bagi manusia sebagai makluk ciptaan Tuhan. Dapat dilihat banyak orang yang telah dijatuhi hukuman mati, namun ada juga pelaku pelanggaran HAM yang hanya diganjar dengan hukuman maksimal pidana seumur hidup, karena hukuman mati di jaman modern ini mulai ditinggalkan oleh negara-negara di dunia, meskipun masih ada beberapa negara yang masih melaksanakannya dengan berbagai cara, seperti digantung, ditembak, dan disuntik. Bagaimanapun caranya hukuman mati tetap saja melukai diri dan mengambil hak hidup dari seseorang.
Di samping pengaturan tentang hak dasar yaitu hak untuk hidup yang diatur dalam DUHAM tersebut yang dalam hal ini dihubungkan dengan hukuman mati, terdapat pengecualian terhadap pelaksanaan hak tersebut yaitu dengan adanya pemahaman mendalam terhadap adanya derogable rights, yaitu dalam hal yang pertama ”a public emergency which treatens the life of nation” dapat dijadikan dasar untuk membatasi pelaksanaan hak-hak kebebasan dasar, dengan syarat bahwa kondisi keadaan darurat (public emergency) tersebut harus diumumkan secara resmi (be officially proclaimed), bersifat terbatas serta tidak boleh diskriminatif. Hal tersebut diatur secara limitatif dalam Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik, dalam Pasal 4 ayat (1) ICCPR menyatakan, dalam keadaan darurat umum yang mengancam kehidupan bangsa dan terdapatnya keadaan darurat tersebut telah diumumkan secara resmi, negara-negara pihak pada kovenan ini dapat mengambil upaya-upaya yang menyimpang (derogate) dari kewajiban mereka berdasarkan kovenan ini, sejauh hal itu dutuntut oleh situasi darurat tersebut, dengan ketentuan bahwa upaya-upaya tersebut tidak bertentangan dengan kewajiban negara-negara pihak itu menurut hukum internasional, dan tidak menyangkut diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, dan asal-usul sosial, sehingga vonis mati yang dijatuhkan tidak bertentangan dengan Pasal 3 DUHAM, karena kejahatan yang dilakukan adalah kejahatan HAM berat dan memenuhi ketentuan Pasal 4 ICCPR.
Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yaitu Pasal 6 ayat (1) menyatakan “Setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang”.
Pasal ini memiliki maksud bahwa pada setiap insan manusia melekat hak untuk hidup yang mana hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorangpun insan manusia yang secara gegabah boleh dirampas kehidupannya. Seperti halnya dijelaskan pada Pasal 3 DUHAM bahwa pelaksanaan eksekusi mati, telah melanggar pasal 6 ayat (1), eksekusi mati pada dasarnya menimbulkan kesakitan fisik dan dirampasnya hak hidup dari seseorang, dan ini yang bertentangan dengan Pasal 6 ayat (1) ICCPR dan Pasal 3 DUHAM. Meskipun banyak negara belum menghapuskan hukuman mati antara lain Indonesia, Cina dan negara Irak belum menghapuskan hukuman mati, yang menjadi permasalahan adalah tidak adanya pemenuhan dan pengaturan yang jelas terhadap pelaksanaan pidana hukuman tersebut baik itu dalam proses penangkapan maupun dalam pelaksanaan pemeriksaan di persidangan, sehingga hal tersebut bertentangan dengan konsep the rule of law dimana terdapatnya pengaturan yang jelas baik itu persamaan kedudukan di muka hukum dan juga terdapatnya peradilan yang bebas dan tidak memihak yang berimberimplikasi kekuasaan kehakiman yang merdeka.
Pasal 6 ayat (2) Kovenen Internasional Tentang Hak Sipil Politik (ICCPR) menyatakan “Di negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, putusan hukuman mati hanya dapat dijatuhkan terhadap beberapa kejahatan yang paling serius…”
Pasal ini menjelaskan bahwa di negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, putusannya dapat diberikan hanya untuk kejahatan yang paling berat, sesuai dengan undang-undang yang berlaku pada waktu kejahatan demikian dilakukan, dan tanpa melanggar suatu ketentuan dari Kovenan ini dan Konvensi Tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Pemusnahan (suku) Bangsa. Hukuman ini hanya boleh dilaksanakan dengan putusan terakhir dari pengadilan yang berwenang.
Lebih lanjut Pasal 6 ayat (6) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil Politik (ICCPR) menyatakan “tidak ada satu pun dalam Pasal ini yang boleh dipakai untuk menunda atau mencegah penghapusan hukuman mati oleh Negara yang menjadi Pihak dalam kovenan ini”. Hal ini dikarenakan dalam HAM hukuman mati dilarang karena tidak sesuai dengan Pasal 3 DUHAM dan juga banyak dari negara di dunia yang telah menghapuskan hukuman mati.
Dari ketentuan tersebut di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Pertama: Pasal 6 ICCPR mengatur tentang hukuman mati sebagai bentuk pembatasan atas hak untuk hidup, namun ICCPR lebih menghendaki agar hukuman mati dihapuskan. Hal ini tersirat pada ketentuan Pasal 6 Ayat (2) dan Ayat (6) di atas. Kehendak untuk menghapus hukuman mati ini kemudian dimanifestasikan dalam Second Optional Protocol yang mana merupakan suatu instrument internasional yang disponsori oleh PBB yang bertujuan untuk menghapus hukuman mati dalam keadaan apapun, baik dalam masa damai maupun dalam masa perang.
Kedua: Walaupun lebih menghendaki agar hukuman mati dihapuskan, ICCPR masih memberikan toleransi kepada Negara yang menjadi Pihak dalam ICCPR yang masih belum menghapuskan hukuman mati untuk tetap mempraktekkan hukuman mati, tetapi dibatasi hanya pada the most serious crimes atau beberapa kejahatan yang sangat serius.
Sabtu, 10 Desember 2011
Perbandingan Hukum Pidana Islam dengan Hukum Pidana Positif Indonesia terhadap Zina
tugas Hukum Pidana Islam (jinayat) dari Pak Agus :)
saya posting pembahasannya saja ya..
semoga bermanfaat :)
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tujuan Hukuman dalam Hukum Islam dan Hukum Positif
Tujuan pokok hukuman dalam syariat Islam adalah pencegahan, pengajaran dan pendidikan. Arti pencegahan ialah menahan orang yang melakukan jarimah itu supaya tidak mengulangi perbuatannya, dan mencegah orang lain supaya tidak ikut-ikut berbuat jarimah. Jadi kegunaan pencegahan ini rangkap, yaitu mentaubatkan yang telah berbuat dan menakuti orang yang mau ikut perbuatan tersebut.
Disamping bertujuan untuk memperbaiki pribadi para bekas pelaku jarimah, syarat Islam juga bertujuan untuk membentuk masyarakat yang baik. Dengan berubahnya sikap para bekas pelaku jarimah menjadi orang yang baik-baik ketentraman masyarakat tidak terganggu lagi, dan akhirnya akan tumbuhlah kesadaran umum masyarakat. Mereka bersedia melakukan perbuatan-perbuatan wajib karena kesadarannya dan mereka meninggalkan perbuatan-perbuatan terlarang karena kesadarannya pula. Bahkan mereka akan berlomba-lomba berbuat kebaikan untuk mencapai derajat keutamaan. Dan inilah yang menjadi akhir dari diadakannya hukuman dalam syariat Islam.
Tujuan hukuman dalam hukum positif, dalam sejarah pertumbuhannya, tujuan hukuman dalam hukum positif melalui beberapa fase, fase-fase itu ialah:
- Fase balasan perorangan
Pada frase balasan perorangan, urusan hukuman berada ditangan si korban atau walinya. Mereka bertindak berdasarkan perasaan menjaga diri dari penyerangan dan dasar naluri ingin membalas kepada penyerang, oleh karena itu pembalasan ini tidak ada batasnya, bahkan kadang-kadang menimbulkan perang antara golongan atau suku.
- Fase balasan Tuhan
Pada fase balasan Tuhan, maksudnya si berbuat harus menebus kesalahannya dengan menerima balasan umum, agar si pelaku merasa jera dan orang lain tidak akan menirunya. Hukuman yang berupa balasan umum ini seringkali menimbulkan tindakan-tindakan yang melampaui batas, apalagi kalau yang berhak mengadili mempunyai kekuasaan yang tak terbatas, baik dalam penentuan macamnya jarimah maupun dalam menentukan hukumnya.
- Fase kemanusiaan
Pada fase kemanusiaan, prinsip-prinsip keadilan dan kasih sayang yang berupa memberi pendidikan dan memperbaiki si pelaku mulai tampak. Pada fase ini muncullah teori kontrak sosial yang mengatakan bahwa: Perorangan lepas dari kekuasaan negara, kecuali sebagian dari kemerdekaannya yang diberikan kepada masyarakat, yaitu ketika dia bergaul dengan masyarakat, dan pemberian ini demi untuk menjaga keselamatannya.
- Fase keilmuan
Pada fase keilmuan, munculla aliran yang mendasarkan atas tiga fikiran.
Pertama: hukuman mempunyai tugas dan tujuan ilmiyah, yaitu melindungi masyarakat dari pebuatan jarimah dengan cara mencegah si pelaku untuk tidak mengulangi perbuatannya, dan orang lain tidak mengikutinya. Yang pertama disebut pencegahan khusus dan yang kedua disebut pencegahan umum.
Kedua: Para pelaku jarimah serupa, masa, bentuk dan besarnya hukuman tidak perlu harus sama tanpa melihat keadaan diri se pelaku masing-masing melainkan hukuman itu harus berdasarkan pengamatan ilmiyah, pengalaman praktis dan kenyataan yang terjadi, yaitu: dimana jarimah itu terjadi, factor apa yang mendorongnya, dan bagaimanan keadaan diri si pelaku.
Ketiga: kegiatan masyarakat dalam menanggulangi jarimah harus ditujukan kepada dua sasaran, yaitu: sipelaku jarimah dan sebab atau factor yang menimbulkan jarimah.
- Fase gabungan
Pada fase gabungan, maksudnya gabungan antara teori keadilan dan kebebasan perorangan dengan teori pembelaan masyarakat dari kejahatan. Menurut teori ini hukuman itu mempunyai dua tugas, yaitu:
Pertama: mewujudkan prinsip keadilan, dengan arti besarnya hukuman tidak boleh melebihi besar dan bahayanya jarimah itu sendiri.
Kedua: membela masyarakat, dengan arti motif apa sehingga si pelaku melakukan jarimah, dan bahaya apa yang diakibatkan oleh jarimah itu.
Jadi dasar menjatuhkan hukuman pada waktu sekarang ini ialah rasa keadilan dan melindungi masyarakat. Rasa keadilan menghendaki agar suatu hukuman sesuai dengan besarnya kesalahan, tanpa melihat bahaya yang diakibatkan. Melindungi masyarakat menghendaki agar besarnya hukuman disesuaikan dengan motif si pelaku dan besarnya bahaya akibat dari kesalahannya, tanpa melihat besarnya kesalahan itu sendiri. Dasar ini memberikan dua manfaat:
Pertama: manfaat moral yang diwujudkan dengan pemuasan perasaan orang banyak, kedamaian dan ketentraman dalam masyarakat.
Kedua: manfaat sosial yang diwujudkan dengan usaha mencegah kembalinya si pelaku pada jarimah, dengan cara mengancam, memperbaiki dan menjauhkan dari jarimah. Disamping itu juga mencegah orang lain untuk memasuki lingkungan jarimah.
B. Pengertian Zina
Zina adalah memasukan dzakar atau (penis) ke dalam farji yang diharamkan yang menurut akal tidak ada keserupaan atau kekeliruan dalam memasukannya. Dari definisi di atas suatu perbuatan dapat dikatakan zina apabila memenuhi 2 unsur, yaitu:
1. Adanya persetubuhan (sexual intercourse) antara dua orang yang berbeda jenis kelaminnya.
2. Tidak hanya adanya keserupaan itu atau kekeliruan.
Dari unsur pertama, maka jika dua orang yang berbeda jenis kelaminnya hanya baru bermesraan, misalnya berciuman atau berpelukan belum dapat dikatakan zina yang dapat dijatuhi hukuman had.
Larangan Berbuat Zina
Zina dinyatakan sebagai perbuatan yang melanggar hukum yang harus diberi hukuman setimpal, karena mengingat akibat yang ditimbulkan sangat buruk. Hubungan bebas dan segala bentuk diluar ketentuan agama adalah perbuatan yang membahayakan dan mengancam keutuhan masyarakat dan merupakan perbuatan yang sangat nista. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan merupakan jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’:32).
Jadi bisa dikatakan bahwa zina merupakan perbuatan yang menimbulkan kerusakan besar dilihat secara ilmiah. Zina adalah salah satu diantara sebab-sebab dominan yang mengakibatkan kerusakan dan kehancuran peradaban, menularkan penyakit yang sangat berbahaya, misalnya AIDS, dan lain-lain. Mendorong orang untuk terus menerus hidup membujang serta praktek hidup bersama tanpa nikah.
Dengan demikian, zina merupakan sebab utama dari pada kemelaratan, pemborosan, pencabulan, dan pelacuran. Maka dari itu Islam menetapkan hukuman yang keras/berat terhadap pelaku zina. Dengan kata lain, Islam menetapkan hukuman berdasarkan dan setelah menimbang bahwa menghukum pelaku zina dengan hukuman yang lebih berat itu lebih adil ketimbang membiarkan rusaknya masyarakat disebabkan merajalelanya perzinaan. Hukuman yang dijatuhkan atas diri pezina memang mencelakakan dirinya, tetapi memberi hukuman itu mengandung arti memelihara jiwa, mempertahankan kehormatan dan melindungi keutuhan keluarga.
Hukuman zina tidak hanya menimpa pelakunya saja, tetapi juga berimbas kepada masyarakat sekitarnya, karena murka Allah akan turun kepada kaum atau masyarakat yang membiarkan perzinaan hingga mereka semua binasa, berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
“Jika zina dan riba telah merebak di suatu kaum, maka sungguh mereka telah membiarkan diri mereka ditimpa azab Allah.” (HR. Al-Hakim).
Di dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda:
“Ummatku senantiasa ada dalam kebaikan selama tidak terdapat anak zina, namun jika terdapat anak zina, maka Allah SWT akan menimpakan azab kepada mereka.” (H.R Ahmad).
Syarat-Syarat Hukuman Zina
Hukuman yang ditetapkan atas diri seseorang yang berzina dapat dilaksanakan dengan syaarat-syarat sebagai berikut:
1. Orang yang berzina itu berakal/waras.
2. Orang yang berzina sudah cukup umur (baligh).
3. Zina dilakukan dalam keadaan tidak terpaksa, tetapi atas kemauannya sendiri.
4. Orang yang berzina tahu bahwa zina itu diharamkan.
Jadi hukuman tidak dapat dijatuhkan dan dilaksanakan terhadap anak kecil, orang gila dan orang yang dipaksa untuk melakukan zina.
Hal ini didasarkan pada hadits Nabi saw
“Tidaklah dicatat dari tiga hal: orang yang tidur hingga ia bangun, dari anak-anak hingga dia baligh, dan dari orang gila hingga dia waras.”
Hukuman Zina
Dalam kitabnya Abdul Qodir Audah dijelaskan: Jadi ketika perempuan atau laki-laki berbuat zina maka dihukum dengan hukuman, yang pertama yaitu jilid, dan kedua adalah pengasingan.
Pertama, yaitu hukuman jilid, ketika gadis/perawan berzina maka dihukum jilid 100 kali jilidan berdasarkan surat an-Nur ayat 2.
Hukuman jilid adalah dihad, yaitu hukuman yang ditetapkan, dan tidak boleh bagi hakim (qodli) mengurangi atau menambahnya karena beberapa sebab.
Kedua, yaitu pengasingan, para ulama berbeda pendapat dalam hal ini, menurut Imam Syafii dan Imam Ahmad adalah pengasingan dari daerah yang dijadikan untuk zina ke daerah lain. Sedangkan menurut Imam Malik dan Abu Hanifah tahgrib adalah menahan.
Sumber Had Bagi Pelaku Zina
Zina merupakan perbuatan yang mengharuskan bagi pelakunya di had, dalam hal ini bersumber dari al-Qur’an. Hal ini dapat dikatakan bahwa, wewenang al-Qur’an dapat dinyatakan sebagai prinsip modern alternatif. Pada prinsipnya tidak ada otoritas Qur’an untuk menghapus hukuman, tetapi yang dapat dilakukan adalah “membatasi” aplikasinya dalam praktik.
Tetapi ada problem lain yang berkenaan dengan sunnah sebagai sumber hukum, bahwa hukum pelemparan batu sampai mati bagi pelaku zina yang terikat pada perkawinan hanya didasarkan pada sunnah. Al-Qur’an menentukan 100 had cambukan untuk zina tanpa mengaitkan status perkawinan pelakunya. Penggunaan sunnah atau mendukung hukuman dari penggunanya yang paling berat dalam kasus ini mungkin dibedakan dari penggunaannya sebagai sumber hudud. Misalnya, karena zina merupakan had berdasarkan al-Qur’an. Dan menurut logika syari’ah sebagai hukuman keagamaan. Sekali al-Qur’an dan sunnah berkata jelas dan pasti maka orang yang beriman tidak memiliki pilihan lain kecuali patuh.
Pencarian pembenaran rasional mungkin membantu orang beriman memahami kebebasan dan alasan atauran-aturan tersebut. Dengan kata lain, keberadaan hudud sebagai bagian dari hukum pidana suatu negara islam adalah tidak terlepas dari keberadaan atau kuatnya pembenaran sosiologis dan penologis
C. Membandingkan Hukuman Had zina dalam KUHP
Disini kita membandingkan antara hukum di Indonesia dengan hukum pidana islam mengenai kasus zina ini, maka kita akan banyak melihat perbedaan pandangan:
1. Menurut KUHP tidak semua pelaku zina diancam dengan hukuman pidana. Misalnya pasal 284 ayat 1 dan 2 menetapkan ancaman pidana penjara paling lama 9 bulan bagi pria dan wanita yang melakukan zina, padahal seorang atau keduanya telah kawin, dan dalam padal 27 KUH Perdata (BW) berlaku baginya. Ini bisa diartikan bahwa pria dan wanita yang melakukan zina tersebut belum kawin, maka mereka tidak terkena sanksi hukuman tersebut di atas. Tidak kena hukuman juga bagi keduanya asalkan telah dewasa dan suka sama suka (tidak ada unsur paksaan) atau wanitanya belum dewasa dapat dikenakan sanksi, hal ini diatur dalam KUHP pasal 285 dan 287 ayat 1. Sedangkan menurut hukum pidana islam, semua pelaku zina pria dan wanita dapat dikenakan had, yaitu hukuman dera bagi yang belum kawin, misalnya (dipukul dengan tongkat, sepatu, dan tangan). Dan dera ini tidak boleh berakibat fatal bagi yang didera.
2. Menurut KUHP, perbuatan zina hanya dapat dituntut atas pengaduan suami/istri yang tercemar (pasal 284 ayat 2), sedangkan Islam tidak memandang zina sebagai klach delict (hanya bisa dituntut) atas pengaduan yang bersangkutan.
3. Hukum positif KUHP dalam menyikapi masalah perzinahan, ada berbagai variasi hukuman (klasifikasi). Dengan penerapan hukuman yang berbeda-beda yang tertuang dalam KUHP pasal 284 ayat 1dan 2, pasal 285, 286 dan 287 ayat 1. Sedangkan Islam menetapkan hukuman dera jika pelaku zina yang belum kawin dan hukuman rajam jika telah kawin.
D. Zina dalam pandangan hukum Islam dan hukum positif
Hukum Islam dan hukum positif berbeda pandanganya dalam masalah zina. Hukum Islam memandang setiap hubungan kelamin diluar nikah dan perbudakan sebagai zina dan mengancamnya dengan hukuman, baik pelaku sudah kawin atau belum, dilakukan dengan suka sama suka atau tidak. Sebaliknya hukum positif tidak memandang setiap hubungan kelamin diluar nikah sebagai zina. Pada umumnya, yang dianggap sebagai zina menurut hukum positif itu hanyalah hubungan kelamin diluar perkawinan, yang dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam status bersuami atau beristeri saja. Selain itu tidak dianggap sebagai zina, kecuali terjadi perkosaan atau pelanggaran kehormatan.
Dalam pasal 284 kitab undang-undang hukum pidana indonesia disebutkan:
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan bulan:
Ke-1 a. seorang pria telah nikah yang melakukan zina, padahal diketahui, bahwa 27 BW berlaku baginya.
b. seorang wanita telah nikah yang melakukan zina
Alasan larangan zina dalam hukum Islam dan hukum positif
Hukum Islam melarang zina dan mengancamnya dengan hukuman karena zina merusak sistem kemasyarakatan dan mengancam keselamatanya. Zina merupakan pelanggaran atas sistem kekeluargaan, sedangkan keluarga merupakan dasar untuk berdirinya masyarakat. Membolehkan zina berarti membolehkan kekejian, dan hal ini dapat meruntuhkan masyarakat. Sedangkan Islam menghendaki langgengnya masyarakat yang kokoh dan kuat.
Hukum positif menganggap perbuatan zina sebagai urusan pribadi yang hanya menyinggung hubungan individu dan tidak menyinggung hubungan masyarakat. Oleh karenanya dalam hukum positif, apabila zina itu dilakukan dengan sukarela, maka pelaku tidak perlu dikenakan hukuman, karena dianggap tidak ada pihak yang dirugikan, kecuali apabila salah satu atau keduanya dalam keadaan sudah kawin. Dalam hal ini perbuatan tersebut baru dianggap sebagai tindak pidana dan pelakunya dikenai hukuman, karena hal itu melanggar kehormatan perkawinan.
Kenyataan memperkuat syariat Islam
Apa yang terjadi di eropa dan negara-negara barat pada umumnya memperkuat pandangan syariat Islam. Kondisi masyarakat di eropa dan negara-negara barat sudah rusak dan persatuanya sudah mulai mengendur. Penyebabnya adalah menjalarnya kekejian (zina) dan dekadensi moral serta kebebasan yang tanpa batas. Hal ini karena dibolehkanya perzinaan dan dibiarkanya setiap individu menurutkan syahwat dan nafsunya. Disamping itu mereka juga menganggap bahwa zina adalah persoalan pribadi yang tidak menyinggung kepentingan masyarakat.
Apa yang dihadapi oleh negara-negara bukan Islam berupa krisis masyarakat dan krisis politik, penyebabnya adalah karena dibolehkanya zina. Di beberapa negara, keturunan (populasi manusia) sudah menyusut sedemikian rupa, yang apabila dibiarkan, lama kelamaan akan mengakibatkan kepunahan negara tersebut atau terhenti pertumbuhanya. Berkurangnya populasi keturunan ini penyebabnya karena keengganan kebanyakan orang untuk melakukan perkawinan.
Keengganan terhadap perkawinan ini sebabnya adalah karena laki-laki merasa telah memperolah apa yang diinginkanya dari seorang wanita tanpa melakukan perkawinan. Di samping itu juga karena mereka tidak yakin akan kesetiaan isterinya setelah kawin, berhubung dengan kebiasaanya sebelum kawin, mereka sudah sering melakukan hubungan dengan pria lain. Sebaliknya, seorang wanita yang menurut fitrahnya bertugas mengurus rumah tangga dan mendidik anak yang lahir dari perkawinanya, banyak yang enggan melakukan perkawinan, dan ia tidak mau diikat oleh seorang laki-laki. Sebabnaya adalah ia merasa yakin dengan mudah dapat memperoleh apa yang diinginkanya dari berpuluh-puluh laki-laki tanpa harus diikat dan dibelenggu dengan tali perkawinan dan tanpa banyak menanggung risiko.
Kenyataan – kenyataan ini jelas memperkuat pandangan syariat Islam, bahwa zina bukan urusan pribadi yang menyinggung hubungan individu semata-mata, melainkan juga mempunyai dampak negatif bagi masyarakat. Oleh karena itu, sungguh tepatlah apabila syariat Islam melarang semua bentu perbuatan zina.
Bahaya yang ditimbulkan oleh perbuatan zina
Zina itu banyak bahayanya, baik terhadap akhlak dan agama, jasmani atau badan, disamping itu terhadap masyarakat dan keluarga. Bahaya terhadap akhlak dan agama sudah cukup jelas. Seorang yang melakukan perbuatan zina, pada waktu itu ia merasa gembira dan senang, sementara di pihak lain perbuatanya itu menimbulkan kemarahan Allah. Perbuatan zina mengarah pada lepasnya keimanan dari hati pelakunya, sehingga andaikata ia mati dalam keadaan melakukan zina maka ia mati dalam keadaan tidak membawa iman.
Rasulullah bersabda;
“tidak berzina seorang pezina kalau pada waktu berzina itu ia dalam keadaan beriman.”
Di samping itu, wanita yang berzina itu kehilangan kehormatanya, rasa malunya,
kehormatanya, dan di mata masyarakat ia sudah jatuh, padahal kenikmatan yang diperolehnya hanya beberapa menit. Selain itu perbuatan itu juga menjatuhkan nama baik keluarganya.
Dampak negatif dari perbuatan zina terhadap kesehatan jasmani adalah timbulnya penyakit kelamin, yaitu suatu penyakit yang diawali dengan tumbuhnya gelembung-gelembung bernanah yang menyerang kulit atau alat kelamin penderita. Penyakit ini merupakan penyakit yang berbahaya dan menular. Penularan bukan hanya dengan melakukan hubungan seksual, melainkan juga dengan bersentuhan melalui kulit, sapu tangan, dan sebagainya. Akibat yang lebih berbahaya lagi dari penyakit ini dapat mengakibatkan cacat pada anak yang lahir.
Panyakit lain yang ditimbulkan dari perbuatan zina ini adalah penyakit AIDS, yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh suatu virus HIV yang mengakibatkan hilangnya kekebalan tubuh. Penyakit ini belum ditemukan obatnya. Akibatnya, orang yang terserang penyakitb ini akan mengalami penurunan kekebalan, lama kelamaan ia akan meninggal dunia.
Adapun bahaya zina terhadap keluarga dan masyarakat adalah bahwa perbuatan zina merusak sendi-sendi kehidupan rumah tangga dan keluarga. Apabila dalam suatu keluarga terjadi perbuatan zina, baik oleh pihak suami maupun oleh pihak istri maka kerukunan dalam rumah tangga bisa hilang. Di sisi lain perbuatan zina dapat menimbulkan keengganan untuk melakukan pernikahan, sebab apa yang diinginkan oleh laki-laki dan wanita Dapat diperoleh dengan mudah tanpa banyak risiko. Apabila pandangan seperti ini merata pada masyarakat maka pada giliranya masyarakat menjadi punah karena tidak adanya keturunan.
Sabtu, 03 Desember 2011
Hei ! Now I'm 20th years old :)
ALHAMDULILLAH...
YA! I'm 20th now! :)
thanks GOD, i woke up in YOUR time, di sepertiga-MU and i prayed for my quality life..
i hope my wishes come true :) amiin..
special Thanks:
Segala Puji Bagi ALLAH..
THANKS GOD FOR EVERYTHING :)
and Thanks to:
IBU..
IBU..
IBU..
terimakasih atas pengorbananmu, terimakasih atas kasih sayangmu, terimakasih atas doa-doamu.. jazakillahu kroiro IBU :)
semoga engkau bahagia di surga-NYA.
aku merindukanmu :')
AYAH..
terimakasih atas segala jerih payahmu, terimakasih atas kasih sayangmu, terimakasih atas cintamu.. jazakallohu khoiro AYAH :)
I LOVE YOU :')
for my BIG family.. for my BEST friend.. for my someone who i LOVE..
JAZAKUMULLOHU KHOIRO..
thank you for the beautiful life :)